Kamis, 07 Agustus 2008

BI Tetap Optimistis Kredit Tumbuh Subur

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) tetap optimistis target pertumbuhan kredit perbankan 2008 sebesar 24 persen akan tercapai meski kondisi ekonomi masih bergejolak.

Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Halim Alamsyah mengatakan, hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya bank yang menurunkan target kreditnya. Padahal, BI sudah mengingatkan tentang kemungkinan semakin naiknya tingkat suku bunga, kemudian melemahnya harga komoditas, serta pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) yang masih rendah. "Pada semester II, beberapa bank justru menaikkan target kreditnya," katanya di Jakarta.

Halim menambahkan, selama ini perbankan memanfaatkan simpanan dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebagai sumber pembiayaan kreditnya. Pada akhir Juni 2008, posisi SBI trus menunjukkan pengurangan, yakni dari Rp280 triliun menjadi Rp183,5 triliun. Untuk itu, BI mengingatkan agar perbankan nasional mengukur kemampuannya.

"Meski permintaan kredit tetap tinggi, tapi bank harus bisa menahan diri. Jangan sampai lebih besar pasak daripada tiang," tandasnya. Halim menambahkan, BI sudah menerima laporan rencana bisnis bank (RBB) semester II milik 15 bank besar dan 21 bank menengah kecil. Dari ke-15 bank besar tersebut, 10 di antaranya tidak melakukan revisi.

Sementara tiga bank menaikkan target dan sisanya menurunkan target pertumbuhan kreditnya. "Koreksi ini dipicu oleh ekspektasi inflasi yang tinggi dan dikhawatirkan akan memengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional," paparnya.

Direktur Perencanaan Strategis dan Humas BI Dyah Nastiti K Mukhijani dalam keterangan tertulisnya mengatakan, kredit perbankan per Juni masih tumbuh sebessar 31,6 persen dengan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) turun menjadi 4,08 persen.

Penjualan kendaraan bermotor dan semen meningkat pesat. Dengan kondisi tersebut,pertumbuhan kredit akan mendorong perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi nasional pada 2008, lanjut Dyah,akan tetap tumbuh jika ditopang pertumbuhan ekspor, pengeluaran konsumsi masyarakat, dan pengeluaran pemerintah yang cukup tinggi.

Permintaan dalam negeri juga ditopang oleh peningkatan belanja daerah dan telah dimulainya tahapan pemilihan umum (Pemilu) 2009. Terhadap kondisi tersebut, praktisi perbankan Paul Sutaryono menyatakan pertumbuhan kredit memang menunjukkan bahwa fungsi intermediasi perbankan berjalan. Hal tersebut ditunjukkan oleh rasio simpanan dibandingkan kredit (loan to deposit ratio/LDR) yang melejit sekitar 74 persen dan dirong oleh kredit modal kerja.

"Artinya, banyak perusahaan memerlukan tambahan modal kerja karena biaya produksi semakin tinggi. Selain itu,laju inflasi dipicu kenaikan harga BBM.Hal ini berarti biaya modal atau cost of capital semakin tinggi," tukasnya kepada SINDO kemarin. Untuk itu, lanjut Paul, bank tetap wajib meningkatkan kualitas kredit melalui penerapan manajemen risiko kredit dengan baik dan benar sehingga tidak asal kucurkan kredit.

Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan, masih tingginya penyaluran kredit menunjukkan bahwa fungsi intermediasi perbankan sudah berjalan. Hal tersebut ditunjukkan oleh rasio simpanan dibandingkan kredit (loan to deposit ratio/LDR) yang melejit sekitar 74 persen dan didorong kredit modal kerja.

Tidak ada komentar:

world market